Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
ArtikelBeritaHeadline NewsPemerintahPemerintahan

75 Tahun IDI: Nurani Dokter di Pusaran Birokrasi dan UU Kesehatan Baru

162
×

75 Tahun IDI: Nurani Dokter di Pusaran Birokrasi dan UU Kesehatan Baru

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Harianpemalang.id, Pemalang — Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada hari ini genap berusia 75 tahun. Sejak kelahirannya pada 24 Oktober 1950, IDI telah menjadi rumah bagi dokter-dokter yang mengemban sumpah untuk menjaga nyawa dan merawat kemanusiaan. Di usia ke-75 ini, refleksi mendalam menunjukkan bahwa profesi dokter di Indonesia berdiri teguh di antara panggilan nurani yang tak pernah padam dan himpitan regulasi serta tantangan kesejahteraan yang kian kompleks.

Roh pengabdian yang dihayati dokter Indonesia terwakili dalam kisah-kisah nyata di seluruh pelosok negeri. Salah satunya adalah perjalanan almarhum dr. Lo Siaw Ging dari Surakarta, yang dijuluki “dokter rakyat” karena melayani masyarakat kecil tanpa memungut bayaran selama lebih dari lima puluh tahun. Kisah dr. Lo mencerminkan bahwa panggilan dokter adalah sebuah ibadah sosial yang melampaui kepentingan pribadi.

Advertisement
Example 300x600
Scroll kebawah untuk lihat konten

Semangat yang sama kini dipanggul oleh banyak dokter di garda terdepan. Ada dokter muda di Kalimantan yang harus menyeberangi sungai selama tiga jam setiap hari untuk membuka layanan di desa terpencil, serta dokter puskesmas di NTT yang menempuh perjalanan curam dengan motor tua demi menjangkau satu pasien. Mereka bekerja dalam kesunyian, hanya berbekal panggilan hati, jauh dari sorotan dan imbalan yang memadai.

Namun, di balik kisah heroik itu, terdapat kelelahan yang nyata. Beban administratif telah menjadi bayang-bayang yang menyita waktu dan energi para dokter. Laporan yang menumpuk, sistem klaim yang rumit, dan birokrasi kesehatan telah memaksa dokter untuk berperang di dua dunia: dunia kemanusiaan untuk pasien dan dunia administrasi. Sebagaimana dikeluhkan seorang dokter di Jakarta, waktu yang dihabiskan untuk menulis laporan klaim bisa dua kali lipat lebih banyak daripada waktu yang didedikasikan untuk pasien itu sendiri.

Puncak kegelisahan profesi kedokteran belakangan ini dipicu oleh lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Regulasi ini dianggap mengubah wajah tata kelola profesi. IDI, yang selama puluhan tahun menjadi organisasi tunggal, kini tidak lagi diakui secara eksplisit sebagai wadah tunggal profesi. Selain itu, fungsi kolegium yang sebelumnya otonom di bawah IDI dialihkan ke struktur di bawah kementerian.

Perubahan ini menimbulkan kekhawatiran serius mengenai independensi dan profesionalisme dokter. IDI bukan sekadar wadah administrasi, melainkan benteng moral yang menjaga etika, mengawal kompetensi, dan memperjuangkan marwah profesi. Pelemahan struktural terhadap organisasi profesi dikhawatirkan mengancam kemandirian dokter dari kepentingan politik dan ekonomi kesehatan.

PB IDI bahkan telah mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terhadap beberapa pasal yang dinilai mengancam otonomi profesi dan peran kolegium. Mereka berpandangan bahwa semangat profesionalisme harus tetap terjaga di tengah upaya modernisasi sistem kesehatan.

Isu kesejahteraan juga masih menjadi tantangan lama yang belum teratasi. Dokter di daerah terpencil kerap bekerja dengan fasilitas terbatas dan insentif kecil. Di kota besar, dokter menghadapi tekanan kerja yang tinggi, jam praktik panjang, dan sistem pembayaran yang tidak selalu adil. Beban birokrasi yang berlebihan turut meningkatkan angka burnout di kalangan tenaga kesehatan, memicu kelelahan psikis yang serius.

Meskipun UU 17/2023 menjanjikan perlindungan hukum dan tunjangan bagi tenaga medis di daerah, janji tersebut belum banyak terwujud secara nyata. Dokter di garda depan masih harus berjuang dengan cara mereka sendiri, mengandalkan solidaritas dan semangat pengabdian.

Di usia ke-75 tahun, IDI menghadapi dua tantangan utama: menjaga marwah profesi dan beradaptasi dengan lanskap hukum yang baru. IDI harus terus memperjuangkan kesejahteraan anggotanya, menyederhanakan beban administratif, dan memastikan perlindungan hukum yang layak. Lebih penting lagi, IDI harus menjadi mercusuar moral yang mengingatkan bahwa profesi dokter adalah soal kemanusiaan, bukan sekadar urusan bisnis di tengah komersialisasi layanan kesehatan.

Perjalanan 75 tahun IDI adalah kisah tentang keyakinan bahwa menolong manusia adalah panggilan jiwa. Selamat ulang tahun ke-75, Ikatan Dokter Indonesia. Tetaplah menjadi penjaga nurani profesi dan pengawal etika bangsa.

Pemalang, 24 Oktober 2025O

leh: dr. Darmanto, dokter spesialis penyakit dalam di RSUD dr. M. Ashari Pemalang

Editor : Ahmad Joko S Sp, SH.

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *