Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
ArtikelBerita

Idulfitri: Saat Ketulusan Menjadi Bahasa Hati, Merajut Kembali Fitrah Insani

3331
×

Idulfitri: Saat Ketulusan Menjadi Bahasa Hati, Merajut Kembali Fitrah Insani

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Harianpemalang.id, Pemalang – Setiap kali Idulfitri tiba, kita disuguhkan pemandangan yang menghangatkan hati: pelukan maaf, senyuman tulus, dan harapan baru yang dilantunkan di antara takbir dan doa. Namun, di balik semua tradisi itu, sebuah pertanyaan mendalam muncul: Apakah ketulusan kita benar-benar hadir dalam setiap ucapan maaf dan silaturahmi yang kita lakukan? Dalam hiruk-pikuk mudik, pakaian baru, kue lebaran, dan gema takbir, makna mendalam Idulfitri sering kali tenggelam. Padahal, lebaran bukan sekadar perayaan, melainkan momen spiritual yang seharusnya merefleksikan hati yang bersih, penuh keikhlasan, dan kerendahan diri. Ketulusan—itulah inti dari Idulfitri. Ia tidak bisa dibungkus oleh kemewahan, tidak bisa dipalsukan oleh senyuman, dan tidak bisa dipaksakan oleh budaya.

Lihatlah teladan agung dari Rasulullah SAW. Dalam sejarah hidupnya, beliau memaafkan orang-orang yang menyakitinya dengan tulus, tanpa dendam. Bahkan, saat memasuki Makkah dengan kemenangan, beliau tidak membawa arogansi, tetapi membawa kasih. “Pergilah, kalian bebas,” adalah kalimat yang dilontarkan kepada mereka yang pernah memusuhinya. Itulah puncak ketulusan: memberi maaf tanpa syarat. Kisah Umar bin Khattab yang keras namun lembut hati, dan Abu Bakar Ash-Shiddiq yang menangis ketika sahabatnya, Rasulullah, wafat, memperlihatkan bahwa orang kuat pun bisa lapang dada dan menangis dengan ikhlas. Ketulusan bukan kelemahan, justru kekuatan yang datang dari jiwa yang matang.

Advertisement
Example 300x600
Scroll kebawah untuk lihat konten

Dalam buku “The Art of Happiness” karya Dalai Lama, disebutkan bahwa kebahagiaan sejati datang ketika hati tidak membawa beban kebencian dan dendam. Bukankah itu sejalan dengan semangat Idulfitri? Idulfitri mengajarkan kita untuk melepas, bukan menggenggam; untuk merangkul, bukan memukul; dan untuk menjadi manusia yang tidak hanya baik di luar, tetapi juga bersih di dalam. Mari kita rayakan Idulfitri ini dengan ketulusan yang bukan hanya di bibir, tetapi lahir dari hati. Memaafkan, bersyukur, menyambung silaturahmi, dan menata hidup dengan niat yang baru—itulah hakikatnya. Karena sesungguhnya, Idulfitri bukan hanya soal kembali suci, tetapi tentang menjadi manusia yang lebih tulus dari hari-hari sebelumnya.

Selamat Idulfitri 1446 H. Semoga kita semua dan keluarga mendapat keberkahan Ramadan. Taqabbalallahu minna wa minkum. Minal aidin wal faizin. Mohon maaf atas segala kesalahan lahir dan batin.

Pemalang, 1 Syawal 1446 H.

Penulis: dr. Darmanto

Editor : Ahmad Joko, SSp, S.H.



Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *