Harianpemalang.id, Semarang – Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, memberikan “perlindungan” kepada para Kepala Desa di Jawa Tengah dalam menjalankan program pembangunan. Dengan tegas, Ahmad Luthfi menyatakan tidak boleh ada pihak yang sembarangan mengganggu atau mengancam Kepala Desa dengan hukuman pidana.
Terobosan ini diluncurkan Ahmad Luthfi untuk mendorong program pembangunan di desa di Jawa Tengah. Sebelum genap 100 hari kerja, Ahmad Luthfi telah mengambil dua langkah strategis:
Pertama, menyelenggarakan Sekolah Antikorupsi untuk 7.810 Kepala Desa di Jawa Tengah. Sekolah ini merupakan yang pertama di Indonesia dan bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang aturan hukum kepada para Kepala Desa.
Kedua, Ahmad Luthfi menekankan pentingnya mengefektifkan kembali fungsi Tiga Pilar di pemerintahan desa, yang meliputi Kepala Desa/Lurah, Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas), dan Bintara Pembina Desa (Babinsa).
“Kades harus didampingi dalam rangka menciptakan stabilitas desa. Pulang dari ini (Sekolah Antikorupsi), Tiga Pilar efektifkan kembali. Tidak boleh kades sedikit-sedikit pidana,” tegas Ahmad Luthfi saat paparan di Sekolah Antikorupsi yang digelar di GOR Indoor Jatidiri Kota Semarang, Selasa, 29 April 2025.
Ahmad Luthfi memahami betul bahwa 7.810 desa di Jawa Tengah akan digelontor bantuan keuangan Rp 1,2 triliun di tahun 2025. Jika pembangunan desa berjalan sesuai dengan visi dan misi Jawa Tengah, maka akan berdampak besar bagi kesejahteraan masyarakat.
Tak hanya Bhabinkamtibmas dan Babinsa yang akan mendampingi Kepala Desa. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH) yang terdiri dari Inspektorat, Kejaksaan, dan Kepolisian juga akan memberikan pendampingan.
“Kejaksaan dan kepolisian mengawal para kades dalam membangun. Agar tak ada oknum tak bertanggung jawab yang menghambat pembangunan,” tegasnya.
Ahmad Luthfi menegaskan bahwa desa merupakan etalasenya negara dan ujung tombak pembangunan. Pembangunan di Jawa Tengah tidak bisa hanya dilakukan dari pemerintahan atas ke bawah, namun akan lebih efektif jika dimulai dari bawah ke atas.
Melalui Sekolah Antikorupsi, Ahmad Luthfi meminta para Kepala Desa untuk bertanya sebanyak-banyaknya kepada narasumber. Mereka harus tahu mana yang boleh dilakukan dan mana yang dilarang dalam menjalankan tugasnya.
“Tanyakan apa yang boleh dan yang tidak, apa yang aman dan yang tidak, kui ana daginge atau balung (itu ada dagingnya atau tulang). Ingat, tidak ada kades yang ditinggal (dalam pembangunan desa). Nek ana apa-apa (kalau ada apa-apa) koordinasikan dengan tiga pilar dulu,” pesannya.
Dengan terobosan ini, Ahmad Luthfi berharap pembangunan desa di Jawa Tengah dapat berjalan lancar dan terhindar dari gangguan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa.( Joko Longkeyang ).