Harianpemalang.id, Pemalang – Pernahkah Anda merasakan kerinduan akan kenangan indah? Bukan sekadar rindu pada momennya, tetapi pada makna yang terkandung di dalamnya. Momen, seperti halnya pekerjaan, tidak selalu dapat dipilih, tetapi hadir sebagai anugerah. Pertanyaannya, bagaimana kita dapat menemukan dan menciptakan makna dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan?
Sering kali, kita terjebak dalam rutinitas pekerjaan yang terasa hampa. Bangun, bekerja, menyelesaikan tugas, tidur, dan mengulanginya. Namun, jauh di lubuk hati, kita merindukan sesuatu yang lebih dari sekadar mencari nafkah. Kita ingin pekerjaan kita meninggalkan jejak, warisan yang terus hidup, bahkan setelah kita tiada. Inilah yang disebut dengan legacy.
Lebih dari sekadar physical legacy berupa harta benda, spiritual legacy adalah warisan nilai, pemikiran, dan inovasi yang memberikan dampak abadi. Buku “Creating a Spiritual Legacy: How to Share Your Stories, Values, and Wisdom” karya Daniel Taylor menekankan pentingnya menanamkan nilai dan kebaikan melalui pekerjaan kita.
Kisah Al-Khwarizmi, ilmuwan abad ke-9 yang dikenal sebagai bapak aljabar, adalah contoh nyata. Karyanya tentang sistem angka dan aljabar menjadi dasar matematika modern. Mark Zuckerberg, pendiri Facebook, bahkan mengagumi warisan Al-Khwarizmi dalam algoritma yang membentuk dunia digital. Ini membuktikan bahwa spiritual legacy, berupa ilmu pengetahuan, terus hidup dan bermanfaat bagi generasi mendatang.
Al-Khwarizmi dan Mark Zuckerberg mengajarkan kita untuk mengambil hikmah dari pekerjaan dan menyajikannya kepada masyarakat. Warisan yang disajikan dengan baik akan diterima dan memberikan manfaat bagi banyak orang.
Bekerja bukan hanya tentang mencari nafkah, tetapi tentang meninggalkan sesuatu yang tetap hidup setelah kita berhenti. Seorang guru yang menanamkan ilmu, seorang pemimpin yang membangun sistem adil, atau seorang karyawan yang menciptakan inovasi, semuanya dapat membangun warisan. Bahkan, kebaikan dan doa dari seorang sahabat pun dapat menjadi spiritual legacy.
Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad)
Mari kita bertanya pada diri sendiri, “Apa yang akan tetap hidup setelah saya tiada?” Hidup bukan tentang seberapa banyak yang kita kumpulkan, tetapi seberapa banyak yang kita tinggalkan untuk dunia dan sebagai bekal akhirat.
Dengan membangun spiritual legacy, kita tidak hanya menciptakan makna dalam pekerjaan, tetapi juga memberikan kontribusi abadi bagi dunia.
Pemalang, 16 Ramadan 1446/ 16 Maret 2025.
Penulis: dr. Darmanto, Sp. PD.
Editor: Ahmad Joko,SSp, S.H.