Harianpemalang.id, Pemalang – Dalam rangka memperingati Milad Aisyiyah ke-108, Pimpinan Dawah Aisyiyah ( PDA ) Pemalang, Jawa Tengah sukses menggelar seminar bertajuk “Ketahanan Pangan Desa Qoryah Thayyibah Menuju Ketahanan Nasional”. Acara yang berlangsung di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah ini dihadiri oleh peserta dari berbagai kalangan, terutama kader Aisyiyah dan generasi muda dengan menghadirka tiga narasumber utama yaitu Ketua DLH Kabupaten Pemalang Wiji Mulyati S.Km yang mengulas pentingnya kolaborasi masyarakat dalam menjaga lingkungan, LBH PDM Pemalang (Divisi Litigasi) Haerul Umam S.H yang memberi wawasan hukum terkait lahan dan lingkungan hidup, Ketua MTK PWA Jawa Tengah dr.Hj.amiroh yang menguatkan konsep Qoryah Thoyyibah dari perspektif Islam.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Aisyiyah (MTA PWA), Jawa Tengah, Hj. Amiroh, M. Ag., dalam paparannya yang inspiratif, menegaskan bahwa Milad Aisyiyah ke-108 merupakan momentum penting untuk merefleksikan kontribusi Aisyiyah sebagai gerakan perempuan berkemajuan dalam membangun bangsa. Ia menyoroti isu ketahanan pangan sebagai salah satu tantangan strategis yang perlu mendapat perhatian serius.
Mengutip ayat Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d: 11, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri,” Hj. Amiroh menekankan bahwa perubahan dimulai dari diri sendiri. Konsep Qoryah Thayyibah (desa yang baik), sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Saba: 15, juga menjadi dasar dalam mewujudkan ketahanan pangan yang mandiri dan berkelanjutan. Ayat tersebut menggambarkan negeri yang baik dan Tuhan yang Maha Pengampun, sebuah kondisi ideal yang dicapai melalui rasa syukur dan pemanfaatan rezeki dari Tuhan.
Hj. Amiroh, M. Ag., menyampaikan beberapa tujuan utama seminar ini, antara lain: menanamkan nilai-nilai Islam dalam pembangunan ketahanan pangan desa, meningkatkan kesadaran kader Aisyiyah terhadap pentingnya Qoryah Thayyibah, mendorong keterlibatan aktif generasi muda dalam isu pangan dan keberlanjutan, serta melatih keterampilan berbicara di depan umum secara santun, ilmiah, dan persuasif. Tak hanya itu, seminar ini juga bertujuan menggali gagasan kreatif untuk pembangunan desa tangguh pangan.
Dalam pemaparannya, Hj. Amiroh mendefinisikan ketahanan pangan dalam Islam mencakup ketersediaan, aksesibilitas, dan keberlanjutan bahan pangan bagi seluruh umat. “Islam mengajarkan pentingnya keberagaman pangan yang berkualitas, yang dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, serta menjaga keberlanjutan sumber daya alam untuk generasi yang akan datang,” jelasnya. Ia merujuk pada Q.S. Al-Baqarah: 60, yang mengingatkan umat untuk makan dan minum dari rezeki Allah tanpa berbuat kerusakan di bumi.
Filosofi keberlanjutan pangan dalam Islam juga diperkuat dengan hadis Rasulullah SAW, “Jika kiamat terjadi sementara di tangan salah seorang dari kalian ada bibit pohon kurma, maka jika ia mampu menanamnya sebelum kiamat terjadi, hendaklah ia menanamnya.” (HR. Ahmad). Pesan ini, menurut Hj. Amiroh, mengajarkan optimisme, produktivitas, dan kontribusi hingga akhir hayat, serta menanam sebagai simbol keberlanjutan dan tanggung jawab sosial.
Hj. Amiroh juga menjabarkan prinsip-prinsip Islam yang mendukung ketahanan pangan, meliputi tidak boros (israf), menjaga lingkungan, mendorong bercocok tanam dan beternak, serta menyimpan cadangan pangan seperti yang dicontohkan Nabi Yusuf dalam Q.S. Yusuf: 47.
Untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan, Hj. Amiroh menekankan peran individu dan keluarga. Ia mendorong kebiasaan menanam di pekarangan melalui urban farming atau hidroponik, serta mengajarkan anak-anak untuk menanam sebagai bentuk amal jariyah. Hal ini tidak hanya mengajarkan rasa syukur dan menghargai rezeki Allah, tetapi juga memanfaatkan lahan terbatas secara optimal.
Dalam lingkup keluarga, Hj. Amiroh menyerukan edukasi anak dan keluarga tentang pentingnya swasembada. Ini dapat dilakukan dengan membimbing anak mengenal pentingnya kerja keras dalam mendapatkan pangan sehat, mengajarkan kesabaran dalam menunggu hasil panen, serta menciptakan budaya makan sehat dan tidak mubazir. “Ajarkan keluarga untuk tidak berlebihan dalam makan dan selalu mengambil makanan secukupnya. Jika ada makanan lebih, bisa disedekahkan atau disimpan untuk dimanfaatkan lagi,” pesannya.
Di akhir paparannya, Hj. Amiroh, M. Ag., merangkum langkah-langkah konkret mewujudkan ketahanan pangan, baik di tingkat domestik maupun publik. Di tingkat domestik, ia menekankan pentingnya paham ilmu agama, nafkah wajib suami, kewajiban mendidik, kesehatan mental, dan menyiapkan makanan sebagai wujud ibadah. Sementara itu, di tingkat publik, ia mendorong pemberdayaan perempuan melalui bisnis rumahan, edukasi ilmu gizi untuk ibu melalui program Homemade Healthy Baby Food (HHBF), dan praktik sedekah.
Hj. Amiroh menutup paparannya dengan menekankan bahwa menanam dan menjaga pangan adalah bentuk ibadah yang sangat mulia dalam Islam. Setiap usaha yang dilakukan dengan niat baik akan mendatangkan pahala yang terus mengalir. Ia mengutip sabda Rasulullah SAW, “Jika seorang Muslim menanam pohon atau menabur benih, lalu dimakan oleh burung, manusia, atau binatang, maka itu adalah sedekah baginya” (HR. Bukhari dan Muslim). Selain itu, ia mengingatkan tentang pentingnya ikhtiar sosial dengan mengelola pangan secara bijak, berbagi dengan yang membutuhkan, dan menghindari pemborosan, sesuai firman Allah dalam Q.S. Al-Isra: 27, “Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara-saudara setan.”
Dengan demikian, seminar ini tidak hanya menjadi wadah berbagi ilmu, tetapi juga panggilan untuk bertindak, menjadikan menanam, merawat, dan berbagi pangan sebagai jalan meraih keberkahan dan ridha Allah.( Joko Longkeyang ).