Harianpemalang.id, Pemalang — Tiga tokoh berpengaruh Pemalang yang memiliki latar belakang pendidikan pesantren hadir dalam diskusi bulanan Forum Politics & Historical Discourse (PHD). Diskusi bertajuk “Berangkat dari Pesantren” ini digelar pada Sabtu, 25 Oktober 2025, di Sekretariat PHD, Jl. Baja Banyumudal, Moga, Pemalang, untuk merayakan sekaligus merefleksikan peran pesantren pasca Hari Santri Nasional.
Hadir sebagai narasumber ialah Ma’mun Riyad, Anggota DPRD Kabupaten Pemalang dari Fraksi PKB; Syaefudin Juhri, Komisioner Bawaslu Pemalang; dan Umar Taufiq, Komisioner KPU Pemalang. Diskusi ini bertujuan mengangkat kembali peran strategis pesantren dalam transformasi sosial dan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Pemalang.
Founder PHD, Akromi Mashuri, menyampaikan bahwa tema pesantren penting diangkat sebagai ruang refleksi. “Di era modern yang serba digital, pesantren harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa meninggalkan akar tradisionalnya,” ujarnya.
Komisioner Bawaslu Pemalang, Syaefudin Juhri, menekankan pentingnya peran pesantren dalam menghadapi tantangan pendidikan modern. Alumni Pesantren Salafiyah Pemalang ini optimistis dengan masa depan pesantren.”Pesantren tidak boleh kehilangan peran utamanya dalam membangun generasi yang kuat secara moral dan intelektual,” tegasnya.
Ia menambahkan, meskipun sebagian kecil pesantren masih bersifat konservatif, hasil kajian menunjukkan banyak yang mulai mengadopsi sistem pendidikan modern. Integrasi kurikulum nasional dan pesantren menjadi kunci dalam menjawab tuntutan zaman tanpa kehilangan identitas keislaman. “Sikap adaptif yang bersinggungan dengan modernitas merupakan kunci keinginan pesantren di era modern,” simpulnya.
Hal senada disampaikan Umar Taufiq, Komisioner KPU Pemalang. Ia meyakini konsep tradisional pesantren seperti pengabdian, keikhlasan, dan barokah merupakan pondasi utama yang membuat pesantren terus bertahan.”Banyak kita jumpai alumni pesantren yang mau mengajar meski tidak dibayar… konsep inilah yang menjadi norma penggerak sistem di pesantren,” jelasnya.
Umar juga menyoroti perbedaan cara pandang antara pemikiran modern dan santri, terutama terkait perilaku santri yang bersedia mengerjakan pekerjaan domestik Kiai demi mengharap barokah. “Dalam alam pikir modern, ini sama sekali tidak masuk akal. Tapi bagi santri, ini kemuliaan dan di sinilah kekuatan pesantren sehingga bisa bertahan,” imbuhnya.
Dari sisi kebijakan pemerintah, legislator PKB Pemalang, Ma’mun Riyad, menyoroti kecilnya alokasi anggaran untuk pesantren. Ia mengungkapkan bahwa Fraksi PKB di tingkat nasional terus mendorong agar pendidikan keagamaan seperti pesantren turut mendapatkan alokasi dana pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).”Skema tersebut hendaknya diatur dalam revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas),” ujarnya.
Dalam konteks lokal, Ketua Fraksi PKB DPRD Pemalang ini mendesak pentingnya implementasi Peraturan Daerah (Perda) tentang pesantren melalui penerbitan Peraturan Bupati (Perbup) sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. UU ini memberikan pengakuan dan afirmasi resmi terhadap pesantren sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional.”Kami dari PKB ingin memastikan Perda tersebut bisa berjalan efektif, terutama dalam hal alokasi anggaran dari APBD yang memadai untuk pesantren,” tegas Ma’mun.
Selain pesantren, Ma’mun juga menyoroti pentingnya perhatian terhadap fasilitas pendidikan keagamaan lainnya, seperti Madrasah Diniyah dan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), termasuk insentif bagi para guru mengaji serta jaminan kesehatan bagi para ustaz dan kiai.”Prinsipnya negara tidak boleh hanya mengakui peran pesantren secara moral, tetapi juga harus menegaskannya secara fiskal,” pungkasnya.
Penulis : Akrom Mandiraja
Editor : Joko Longkeyang.




 
							

 







 
 
 
