Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
ArtikelBerita

Seri Inspirasi Pagi: Belajar dari Enzim, Kepemimpinan yang Memberdayakan dalam Senyap

498
×

Seri Inspirasi Pagi: Belajar dari Enzim, Kepemimpinan yang Memberdayakan dalam Senyap

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Harianpemalang.id, Pemalang – Seri Inspirasi Pagi: Belajar dari Enzim, Kepemimpinan yang Memberdayakan dalam Senyap

 

Advertisement
Example 300x600
Scroll kebawah untuk lihat konten

”Sepi ing pamrih, rame ing gawe.”

— Ki Ageng Suryomentaram

Hiruk pikuk kehidupan modern seringkali mendorong individu untuk tampil, mengejar pengakuan, dan mendambakan status sebagai pemimpin yang hebat. Di tengah arus ini, petuah bijak dari Ki Ageng Suryomentaram justru mengajak kita untuk merenungi kembali esensi kepemimpinan yang sejati. Bukan tentang gemuruh retorika atau dahaga akan sorotan, melainkan kehadiran yang hening namun penuh daya, layaknya enzim dalam tubuh manusia.

Dalam ranah ilmu kedokteran, enzim memegang peranan vital sebagai biokatalis. Ia mempercepat reaksi metabolik tanpa ikut berubah atau habis, memastikan berbagai proses krusial seperti pencernaan, detoksifikasi, hingga sintesis energi berjalan dengan efisien. Keunikan enzim terletak pada spesifisitasnya terhadap substrat tertentu, membentuk kompleks yang memungkinkan terciptanya produk biologis yang esensial bagi tubuh.

Keberadaan enzim tidaklah dominan atau mencolok. Ia tidak mengambil alih fungsi zat lain, tidak menyombongkan diri dengan kehebatannya. Enzim hadir untuk mempercepat proses. Tanpanya, sistem biologis akan berjalan lambat, tidak teratur, bahkan mungkin terhenti. Inilah esensi kepemimpinan ala enzim: melayani dengan tulus, mempercepat kemajuan orang lain, bekerja dalam senyap namun dampaknya terasa nyata.

Filosofi kepemimpinan enzim ini menemukan resonansinya dalam sosok Ki Hajar Dewantara. Lebih dari sekadar pendidik, beliau adalah katalisator perubahan. Pendirian Taman Siswa bukanlah untuk mengukir nama pribadi, melainkan untuk membuka gerbang pendidikan seluas-luasnya bagi anak bangsa, agar kelak dapat berdiri sejajar dengan bangsa lain. Beliau mewariskan prinsip luhur yang sarat makna Jawa: ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang mendorong. Pemimpin sejati memahami kapan saatnya tampil, kapan harus berbaur, dan kapan cukup memberikan dorongan dari belakang.

Gagasan serupa diungkapkan oleh Jim Collins dalam mahakaryanya, Good to Great, melalui konsep Level 5 Leadership. Collins mengamati bahwa pemimpin hebat di balik kesuksesan organisasi-organisasi besar bukanlah sosok karismatik yang gemar tampil di depan. Sebaliknya, mereka adalah individu yang rendah hati, fokus membangun tim yang solid, dan menghindari sorotan pribadi. Mereka bekerja layaknya enzim, memberdayakan orang lain, mendorong proses kemajuan, sambil tetap menjaga integritas dan kejernihan diri.

Oleh karena itu, jika saat ini kita mengemban amanah sebagai pemimpin, baik di lingkungan keluarga, pekerjaan, maupun masyarakat, mari sejenak merenungkan: apakah kehadiran kita laksana enzim? Apakah kita mampu mempercepat pertumbuhan dan menguatkan orang-orang di sekitar kita tanpa merasa harus menjadi pusat perhatian? Sebab, sebagaimana pepatah Jawa mengingatkan, urip iku urup – hidup adalah untuk menyala, memberikan cahaya, dan menghidupkan sesama. Dan terkadang, cahaya itu hadir dalam kesederhanaan dan keheningan, namun mampu menerangi dan menghidupkan seluruh semesta.

 

Pemalang, 30 April 2025

Oleh: dr. Darmanto, SH, M.Kes, SpPD, FINASIM, FISQua

Editor: Ahmad Joko, SSp,S.H.



Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *